Pelatihan Gender dan Kepemimpinan Remaja Perempuan merupakan tema penting dalam penguatan kapasitas dan membangun karakter kepemimpinan bagi sasaran program “Penguatan kepeimpinan Remaja Perempuan” yang dilakukan Ruang Mitra Perempuan (RUMPUN) Indonesia atas dukungan kedutaan Irlandia untuk Indonesia, yang dilaksanakan di beberapa desa kecamatan Singosari kabupaten Malang.
RUMPUN melaksanakan Pelatihan pada Agustus 2024 diikuti oleh 55 remaja perempuan sasaran program dari beberapa desa di kecamatan Singosari Malang, dan 5 orang pendamping dari Satuan Tugas (Satgas) Kepemimpinan yang pembentukannya difasilitasi oleh RUMPUN. Satgas terdiri dari tokoh masyarakat, perwakilan guru dan komite sekolah atau organisasi orangtua/wali siswa.
Pelatihan membahas bentuk-bentuk perbedaan peran dan posisi perempuan dan laki-laki (gender) yang disebabkan oleh konteks tradisi dan budaya yang mengakar di masyarakat dalam kurun waktu yang sangat lama. Begitu lama dan mengkarnya, bahkan seringkali disadari atau tidak, peran gender dianggap sebagai kenormalan dan kodrati.
Konsep gender yang berlaku di masyarakat tidak seutuhnya bersifat adil baik pada laki-laki dan perempuan. Ada anggapan dan praktik di masyarakat bahwa peran dan perilaku tertentu hanya sesuai dan bisa diterima oleh satu gender tertentu, seperti pada anak laki-laki, atau khas pada anak perempuan.
Dalam pelatihan terungkap misalnya, kegiatan domestik dalam keluarga biasanya dilakukan oleh perempuan dan diajarkan kepada anak perempuan juga. Ini pada gilirannya berakibat remaja perempuan tumbuh dengan satu ekterampilan saja, yakni yang terkait dengan peran rumah tangga.
Dari pelatihan peserta memahami bahwa gender bukanlah jenis kelamin yang bersifat kodrati atau takdir, karena yang bersifat kodrati hanyalah kondisi biologis, dan dengan demikian tidak bisa berubah atau diubah. Konsep gender yang brekembang sesuai waktu, tempat dan kondisi lokal, sangat dinamis dan bisa diubah. Yang paling mecolok misalnya, anggapan bahwa tugas perempuan selalu di rumah (memasak dan mengelola rumah tangga), tidak bisa berlaku selamanya. Perkembangan jaman menjadikan tidka sedikit perempuan yang memlih bekerja dan berkarir, bahkan di sektor yang selama ini digeluti oleh kelompok laki-laki.
Dalam konteks kepemimpinan, menariknya dalam pelatihan juga terungkap bahwa remaja perempuan bisa menjadi apa saja sesuai dengan minat dan cita-citanya bila dilepas dari perlakuan diskrimiantif dan seterotyp. Remaja perempuan tidak harus terbelenggu sebagai pengelola keluarga atau rumah tangga, namun bisa berakrir. Beberapa epserta pelatihan mengungkapkan ini karena role model mereka yang menunjukkan hal serupa. Misalnya seorang ibu yang tegar sebagai pencari nafkah, dan mengurus anak-anak meskipun jauh dari suami. Peserta lain bahkan mengungkap ibu adalah role model karena ketegaran dan ketegasannya dalam kehidupan.
Pelatihan juga mengungkap proses pengenalan konsep gender yang berlangsung, seperti di keluarga, dimana seringkali anak perempuan diposisikan kurang beruntung dibanding dengan anak laki-laki, karena dianggap nantinya bukan pencari nafkah utama. Selain itu, pembiasaan gender juga terjadi di lingkungan sekolah seperti pandangan diskriminatif yang masih meremehkan potensi siwa perempuan. Misalnya kepemimpinan kelas dan organisasi siswa dalam beberapa kasus contoh, lebih dipercayakan apda siswa laki-laki, sementara siswa perempuan dilibatkan pada organisasi yang bersifat stereotip sesuai harapan yang berkembang di masyarakat sesuai peran dan perilakunya. Misalnya organisasi keputrian untuk kegiatan yang bersifat perawatan (caring). Juga pada lingkungan masyarakat. Hal ini ditandai misalnya terbatas atau bahkan tiadanya organisasi remaja yang melibatkan perempuan dan membahas isu kepentingan perempuan. Karang Taruna desa misalnya, hanya berperan dalam kegiatan seni dan olahraga dalam even terbatas. Itupun seringkali didominasi oleh remaja laki-laki.
Mendiskusikan role-model atau idola menjadi hal yang menarik dna penting dalam embangun karakter kepemimpinan remaja eprempuan. Idola mereka adalah sosok yang bisa menjadi contoh dalam beragam bidang dan karakter. Tidak hanya karena keberhasilan dalam status sosial ekonomi, namun juga karakter dan sikap.
Dari hal di ataslah, peserta remaja perempuan difasilitasi untuk berfikir kritis tentang konsep gender yang belum adil, masih diskriminatif dan belum melihat potensi remaja perempuan sebagai bagian dari potensi masyarakat dan bangsa. Remaja perempuan kemudian diajak untuk melakukan aksi-aksi pengembangan potensi termasuk memebangun kepercayaan diri mereka agar mereka menjadi bagian dalam proses-proses kemasyarakatan, baik di tingkat sekolah maupun lingkup desa. Di lingkup desa, penting untuk memetakan potensi ini agar keberadaan mereka diakui oleh pemerintah lokal dan akses mereka terhadap beragam sumberdaya pengembangan kapasitas semakin terbuka.