Pengunjung

Contact Us
home Jl. Merpati Selatan No. 8 Malang 65147
phone +62 812 806 8901
email rumpun@indo.net.id

Donation to :

Ruang Mitra Perempuan

Bank Mandiri Wahid Hasyim Malang Indonesia

Account Number : 144 -000-551 3020

Swift Code : BMRI IDJA

REPORT1Angka Kematian Ibu (AKI) adalahs alah satu indikator penting derajat kesehatan sebuah bangsa. Hal inipun menjadi salah satu indicator dalam pencapaian pembangunan milenium (MDGs) yang telah menjadi komitmen global termasuk Indonesia. Kabupaten Malang juga memiliki komitmen yang sama dalam menciptakan sumberdaya manusia yang handal sebagaimana termaktub dalam visi misi pembangunan dan rencana pembangunan jangka menengahnya. Salah satu komitmen pemerintah daerah ini adalah dikeluarkannya PERDA KIBLLA No. 13 tahun 2008, untuk memastikan layanan kesehatan bagi kelompok masyarakat terutama miskin dan perempuan. Namun laporan sektor kesehatan menunjukkan bahwa AKI di kabupaten Malang masih fluktuatif. Banyak faktor yang memepngaruhi hal ini. Penelitian salah satunya ditujukan untuk mengukurcapaian komitmen pemerintah dalam hal AKI tersebut dengan cara membandingkannya dengan capaian di lapangan.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan survey dilakukan kepada 150 respoden di desa Srimulyo keamatan Dampit dan desa Jatiguwi kecamatan Sumberpucung. Sementara metode kuantitatif filakukan dengan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber lembaga pemerintah terkait dan juga pelaksana kesehatan reproduksi yang dilakukan oleh masyarakat seperti dukun dan beberapa ibu. Informasi kualitatif juga didapat dari FGD di dua desa dengan melibatkan masing-masing 25 perempuan peserta. Penelitian ini juga didukung dengan kajian dokumen kebijakan yang memperkaya pengambilan kesimpulan dan rekomendasi penelitian.

Secara umum penelitian ini menemukan bahwa perempuan yang terlibat aktif sebagai akseptor KB didasari pemikiran yang praktis karena mereka tidak ingin repot dengan penambahan anak, atau repot karena waktu produktif mencari nafkah tersita karena mengurusi anak atau kehamilan. Ini terlihat saat sebagian besar responden menyatakan menjadi akseptor KB menjadi keputusannya sendiri. Ini diperkuat, bila perempuan memilih alat kontrasepsi juga dengan pertimbangan yang praktis, misalnya pilihan tersebut memiliki risiko kehamilan yang rendah (dan bukan risiko terhadap kesehatan/tubuh perempuan). Pilihan alat kontrasepsi juga dipengaruhi oleh harga (murah) dan ketersediaan (mudahnya didapat). Di bidan terdekat pelayanan (terutama yang gratis) adalah pil dan suntik.

Bidan masih menjadi andalan bagi perempuan dalam mencari informasi kesehatan reproduksi, memeriksakan kehamilan dan menjadi tujuan persalinan. Meskipun layanan bidan secara gratis hanya saat jam kerja di puskesmas dan selebihnya dengan praktik swasta harus membayar, namun bidan dianggap paling mudah dan murah dalam memberikan layanan. Namun dukun juga menjadi tujuan yang cukup berarti. Ini terutama terjadi pada daerah yang lebih terpencil, seperti kecamatan Dampit. Dukun dianggap sebagai alternatif atau bahkan pilihan utama karena dianggap memiliki layanan yang lengkap dan murah, termasuk karena faktor kenyamanan dan pandangan spiritual perempuan terhadap kemampuan dukun.

Informasi dan pemahaman perempuan mengenai kesehatan reproduksi sangat teratas pada layanan KB dan persalinan. Ini disebabkan tidak adanya penyuluhan yang menyeluruh yang mereka dapatkan dari pihak-pihak terkait.

Bila bidan dan puskesmas menjadi andalan bagi peningkatan kesehatan reproduksi perempuan terutama dalam menurunkan AKI, maka layanannya harus ditingkatkan, mulai dari kebijakan pealtihan dukun yang lebih intensif, penempatan bidan-bidan desa ke wilayah terpencil untuk mengakses kelompok miskin sesuai mandat dan komitmen pemerintah. Layanan gratis bagi perempuan miskin dalam persalinan dengan program jampersal juga baru dikenal di kalangan kader kesehatan dan diakui baru mereka kenal tahun 2012. Padahal program ini telah dimuai sejak tahun 2011. Pelaksanaan dan sosialisasi skema untuk kelompok miskin ini banyak mengalami kendala, termasuk keengganaan pihak terkait dalam melakukannya, atau dengan kata lain kuranynya kemauan. Hal yang sama juga terjadi pada program nasional Gerakan Sayang Ibu (GSI). Gerakan nasional yang telah dimulai sejak jaman Soeharto ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di kabupaten Malang, ditemukan bahwa laporan mengenai kemajuan dan pelaksanaan GSI hanya ada di satu kecamatan, yakni kecamatan Tajinan. Ini masih jauh dariharapan mengingat kabupaten Malang terdapat 33 kecamatan. Di kecamatan inipun pelaksanaan GSI juga sebatas pada pendataan sesuai indicator yang diminta dalam petunjuk tenis pelaksanaan GSI.

Jalan masih panjang menuju penurunan AKI, juga ditunjukkan dengan alokasi anggaran kesehatan dari pemerintah kabupaten Malang, masih di bawah 10% sebagaimana diamanatkan oleh UU Kesehatan.

Secara umum, penelitian ini menympulkan bahwa persoalan kesehatan reproduksi perempuan guna penurunan AKI, tidak hanya menyangkut persoalan teknis kesehatan, namun juga perlu pemetaan dan pendekatan aksi dengan perspektif gender yang kuat. Mulai dari alokasi anggaran dan pelaksnaannya di lapangan. Kesehatan reproduksi perempuan juga menyangkut relasi gender perempuan di tengah keluarganya dan masyarakatnya. Bila kesehatan (teruatama pada kelompok miskin) belum menjadi prioritas, apalagi kesehatan reproduksi perempuan, meskipun ini menyangkut perannya dalam menciptakan generasi bangsa yang baru.

 

[Selengkapnya……]